Jumat, 01 April 2011

Kriteria Buku Anak yang Bikin Bete

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Sumber: Group FB Pabers

Top of Form

Bottom of Form

Ary Nilandari (SANG PELEMPAR PERTANYAAN) J

Salam PaBers,
Paul Jennings selalu bilang, "The biggest sin a children's author can commit is to be boring."
Nah, sebagai pembaca (bukan penulis), tulisan seperti apa yang membuat teman-teman bete?

**tak perlu sebut judul dan penulisnya :)

Berbagai Jawaban dari Para Anggota Pabers:

Top of Form

Meidya Derni yg tulisannya muter-muter.. nggak jelas tujuannya

Dydie Prameswarie menggurui...

Firmanawaty Sutan yg 'merendahkan' logika anak

Ary Nilandari Hai Me, Dydie. Early birds nih, dapat cacing. :)

Firmanawaty Sutan yg ketiga dapat anggur *slurp :D

Ika Maya Susanti banyak kesalahan di EYD

Amalia Husna yang gak hepi ending... hihihi.

Benny Rhamdani yang terlalu normative.

Santi Nuur P yg kalimatnya diulang2....

Tethy Ezokanzo yang bilingual tapi Inggrisnya sangat susah dimengerti. Niatan belajar malah tersesat, hihihi... (sekalian nodong Bunda Peri buat ngajarin atau gimana kalau kita mulai kupas ajah ^-^)

Ernita Dietj karakter anak digambarkan tidak seperti anak2: terlalu sopan, terlalu penurut, terlalu cepat sadar kalo ditegur. Pokoknya yang too cutesy. Juga nggak suka dengan nama2 seperti cici kelinci, berber beruang, kiki kijang, lala landak, mutmut marmot, .... Senang dengan penulis yang memilih nama yang unik & berkarakter untuk tokohnya.

Nia Haryanto saat tokoh ibu atau tokoh orang dewasa bercerita atau jelasin sesuatu dengan sangat panjang lebar ... jadinya, itu buku anak atau buku orang dewasa ya? hmmmm :D

Rini Nurul Badariah Yang dimulai dengan, "Hari ini cerah, matahari bersinar terang, burung-burung berkicau riang." Lebih suka yang langsung 'action' atau dialog.

Tethy Ezokanzo nah saya juga suka yang gituh Rin termasuk ketika menulis. tapi ada beberapa penerbit yang minta revisi, depannya dikasih narasi gituan, hahaha... mau gimana lagi nurut ajah deh

Eugenia Gina yang endingnya udah bisa ditebak *waduh sulit juga nulisnya ya heeeheee

Erna Fitrini kbiasaan buku dijadiin ajang buat blajar put myself in the writer's shoes sih though ocasionally they're smelly. hihihihihi

Ary Nilandari Tethy, penulis punya power. Penerbit kadang nggak tahu benar apa yang mereka minta. hahaha. Lebih baik, dengar apa kata pembaca :)

Rini Nurul Badariah Gitu ya, Tethy? Ini saya lagi ngedit buku anak-anak. Semua 'Adik-adik' di permulaan alinea saya buang.

Tethy Ezokanzo Ih komenku banyak kata yang ambigu (jadi inget kisah bahasa dua sahabat di buku 365). hehe, tapi pada ngerti kan maksudku? sebenernya lebih suka nulis yang langsung dialog, tapi redaktur/editor suka minta revisi nambahin narasi ^-^

Ary Nilandari Kang Benny, aku setuju. Sudah normatif eh maksa pula...

Rini Nurul Badariah Tethy: pasti editornya bukan saya, hehe.

Ary Nilandari Aku sendiri paling bete dengan kalimat-kalimat yang terdiri atas 15-an kata, padahal bisa diungkapkan dengan 5-6 kata tanpa mengubah makna. :)

Tethy Ezokanzo hahaha, tapi gak semua editor bisa diajak ngobrol. hiy, capek kalau bantah2. jadi saya revisi dikit deh. walau kadang tulisanku jadi berubah :D tapi yah banyak juga editor yang segaya, sevisi, seide, pokoknya kompak

Erna Fitrini aku adalah gembala sapi dengan topi terbuat dari jerami kering yang dijalin dengan rapi sekali (15 kata)

Tethy Ezokanzo hahaha, kok kebalik sih Rin. editorku minta depannya tambah adik-adik, itu hasil diskusi tadinya Anak-anakku Sayang :D. kalau di majalah ganti jadi teman-teman, hihi.. sama ajah kan? (jelas bukan Rini, belum pernah di-editori Rini sih.. kapan dong? ^-^)

Ary Nilandari Aku penggembala sapi bertopi anyaman jerami (6 kata) :) *thanks Erna buat contohnya.

Asri Andarini yg mengandung kekerasan

Rini Nurul Badariah Saya belajar dari redaktur majalah anak tempat kerja dulu, Tethy. Lebih suka pakai 'Teman-teman' daripada 'Adik-adik' atau 'Anak-anakku'. Itu juga hasil ujicoba keponakan yang waktu kecilnya rada jutek. Ada siaran TV anak yang pake pembukaan 'Adik-adikku', reaksinya:
1. "Ih, kamu siapa? Kenal juga nggak."
2. Tidur di depan TV
3. Ditinggal main

Chitra Savitri yang kebanyakan kata gaulnya, singkatan ala sms, juga kebanyakan kata-kata sumpah serapahnya (maaf ... tapi bener lho tulisan yg kayak gini justru dari anak usia 10 th sampe SMA kok malah demen bacanya.

Esti A Budihabsari betul-betul, anak nggak suka digurui, jadi Adik-adik dan Anak-anakku walau ditambah 'sayang' is out of the question.

Rini Nurul Badariah Betul Mbak, apalagi zaman sekarang ada kewaspadaan terhadap orang asing. Saya mengorelasikan dengan itu juga, sih.

Imran 'Logonk' Laha temanya yang biasa aja. klise, dan buku yang hanya mengandalkan utak-atik kata, biar dianggap kreatif.

Aminah Mustari kl utk fiksi.. yang udah ketebak ceritanya abis begini pasti begitu. yg bahasanya menggurui, yg menganggap anak itu nggak tau apa2. misalnya, "eh, itu apa ayah?" "oh itu mobil nak." "Mobil rodanya empat ya?" "iya, nak. Kalau rodanya 3 namanya bemooo." *%^%$% stress dah yg baca. seru itu nggak mesti cerita tentang hal-hal besar. tp menceritakan hal kecil dengn cara yang berbeda juga menyenangkan

Ary Nilandari Hahaha Santi, makasih. Aku ingat ungkapan seorang penulis terkenal: "Maaf saya nulis panjang-panjang, karena nggak ada waktu nulis pendek." :)

Ina Inong tapi di Indonesia yg nb berbudaya timur memang bacaan anak "dipagerin" (siap2 dimarahin para editor) sm aura kesantunan, si tokoh pd umumnya digambarkan nyaris sempurna dan selalu jd panutan. *mohon petunjuk*

Rini Nurul Badariah Santun jelas harus, Teh Ina, tapi yang realistis. Mungkin karena pemahaman masyarakat kita masih dijejali pameo cerita anak = dongeng, jadi masih terarah ke soal 'kesempurnaan' itu.

Aminah Mustari mbak ina, mungkin harus diliat tema dan jenis tulisannya juga ya. kl utk yg non fiksi (sejarah, akhlaq, dll) ya anak2 harus jelas nangkep pesannya (pasti yang baik2 dan sempurna lah hehe). sisi lemah boleh aja kok ditunjukkan, toh nabi muhammad saja punya kelemahan. spy anak jg tahu bahwa kelemahan harus dikenali, diterima, dan diperbaiki. Everybody made mistakes

juga perlu liat segmentasi.Anak yg lebih kecil harus sangat jelas diberi pesannya, beda dengan anak yg udah usia 8 ke atas, harus banyak bumbu2nya. kasih cabe dikit boleh utk nambah selera hehe (kl aku batasan bumbunya adalah akidah).

Ary Nilandari Ina: karakter terlalu sempurna jadi nggak manusiawi. Malah pembaca sulit mengidentifikasikan dirinya dengan si tokoh. :)

Ina Inong,,, iya ya teh Rini,, tp pengen ada tokoh yg unik2 kyk si Gregory di diary bocah tengil, cuek, 'tiis' dan teraniaya... hihi

Rini Nurul Badariah Iya Teh Ina, Greg itu potret realistis. Saya sendiri merasa terwakili olehnya, sebagai anak tengah:)

Eva Y. Nukman nggak suka tulisan/cerita yang tokoh protagonisnya dibikin culun bin bodoh banget melebihi common sense. tapi ujug-ujug di akhir cerita dia beruntung begitu saja dan lives happily ever after. halah

Ina Inong saking bosennya sm cerita tipe2 character building, anakku (laki2) pernah komen: "ah itu kan cuma ada di cerita aja, Ma." jeddeerr... gmana tuh pemirsa?

Amalia Husna wah, makin ke sini makin banyak perubahan ya.... tapi yang namanya selera gak bisa digeneralisir. Misal ada anak yang suka to the point, ada juga yang suka detail. Anak saya (3 th) kalau melihat gambar, yang diincar apa yang digambar itu, bukan isi ceritanya. Misal ada 'aksesoris' matahari, ya dia nanya itu apa, dsb, padahal isi ceritanya tentang gajah dan induknya. Akhirnya, si bunda ngarang cerita sendiri, tentang matahari, burung, rumput, hewan2, dan semua yang ada di gambar itu. Dan gaya berceritanya kayak contoh Mbak Rinur, matahari bersinar terang dst. Eh, dia bertahan lho, anteng ngedengerin... Kecuali usia remaja, mungkin gak cocok dibegitukan. Udah tau matahari itu apa dan gitu2 aja... hehe

Beby Haryanti Dewi yg karakternya nggak menganak-anak ... ataw terlalu "sempurna", terlalu "tua" buat ukuran anak2... cape dweeehhh

Ika Maya Susanti baru saja semalam saya nonton diary of wimpy kids. benar Mbak Rini, Mbak Ina, film itu realistis banget. bahkan di alurnya meski ada sosok ibu yg menasehati anaknya secara eksplisit, si penulis tdk kemudian membuat si Greg langsung menuruti kata2 ibunya. ada alur yg membuat si anak benar2 belajar ttg konsekuensi perbuatannya sendiri. pantas deh kalau versi bukunya jadi best seller.
begitu juga model cerita di film sabrina & beechus. (oot: film ini juga ttg si anak tengah lho) :)

Rini Nurul Badariah
Mbak Amalia Husna: Ya, lain ladang lain belalang. Bukan berarti matahari tidak boleh seratus persen tampil di awal kalimat/cerita sih, tapi perlu ada alasan jelas untuk menghadirkannya di situ. Misalnya, biasanya di lokasi tersebut hujan sering turun dan matahari jarang muncul. Maka matahari bersinar terang menjadi peristiwa yang perlu diceritakan. CMIIW.

Ary Nilandari Barangkali yang dimaksud Rini tidak melulu matahari dkk: tapi paragraf-paragraf awal yang tidak relevan dan terkesan tempelan saja jadinya. Jika 1-2 halaman pertama tulisan bisa dibuang tanpa ada yang kehilangan, tandanya memang tidak perlu. Jika kita ingin membidik pembaca yang "enggan" (reluctant readers) maka paragraf awal yang menarik, menghunjam, melibatkan, sangat-sangat perlu.:)

Rini Nurul Badariah Terima kasih atas penjelasannya, Mbak Ai. Kalau saya suka berpikir iseng, bila diceritakan si anak dalam kisah itu buka jendela pas bangun pagi (misalnya) dan disusul 'matahari bersinar cerah', berarti dia bangun siang banget, dong. Hehehe...

Sofie Dewayani Diskusi yg bernas :) Penasaran, gimana teman2 mendefinisikan "klise"? Gimana "klise" ini dilihat dari perbedaan kelas (miskin vs kaya) seperti tema yg banyak diusung akhir-akhir ini? Misalnya, sifat yang bijaksana, dewasa, jujur, baik, biasanya identik dng kemiskinan, sebaliknya untuk yang kaya. Ini bukan pertanyaan retorik, butuh pencerahan beneran :)

Rini Nurul Badariah Mbak Sofie, menurut saya itu stereotipe yang perlu diubah/disesuaikan. Ketika Cinderella menikah dengan Pangeran, misalnya, terlepas dari sifat Sang Pangeran yang baik, saya sempat berpikir iseng, "Cinderella menikahi Pangeran untuk memperbaiki nasib.":)

Benny Rhamdani kalo dalam konteks anak bangun pagi, saya juga suka bingung tuh. soalnya di Indonesia kan 'pagi' nya beda dengan pagi di negara lain. belum ada tuntutan shalat subuh sebelum waktunya habis.

Rini Nurul Badariah Jangan-jangan kalau saya menulis, "Hari hampir pagi, ternyata masih gelap. Aku tidur lagi." dilempar tomat busuk sama pembaca ya?:D

Ary Nilandari Hai Sofie...Klise menurutku adalah gagasan yang overused, terlalu sering diulang dan digunakan sampai kehilangan powernya dan tidak menarik lagi.
Klise perwatakan tokoh miskin vs kaya jadi stereotipe. Penulis nggak bisa lagi melihat kemungkinan lain: bahwa si miskin bisa juga sangat bodoh, sombong, dan sering sial. Hahaha, ada nggak ya tokoh seperti ini?
Dan sebaliknya si kaya bisa baik hati dan tampan. Bahkan bisa saja dia kaya tapi kaya dalam ukuran relatif dirinya sendiri.
*Eh apa ini yang dimaksud Sofie?

Aminah Mustari klise itu yang udah ketebak aja krn stereotipe, baik di tokoh, atau pun penceritaan. kakak mengayomi, adek egois. Atau, bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi. Gitu urutannya, gak berubah2 hihi. Kalo aku bangun tidur kutidur lagi tuh *tos sm rini hihi*

Sofie Dewayani Mbak Ary Nilandari, sama saya juga nanya "ada nggak ya tokoh seperti ini?" -> di cerita anak ;)

Benny Rhamdani Mimin: wkwkwkwk... ya begitu deh. dulu ada rumor gini:"duh anak-anak sekarang bukunya soleh2 amat. ntar gedenya baca apaan ya?" ... ya udah, saya pake pola asuh yang nggak terlalu steril aja buat anak. baca buku soleh, ya oke. baca spongebob sama ben 10 , silakan.

Sofie Dewayani Rini, hehe...dongeng memang terbuka thd interpretasi :) Saya cuma mikir jangan2 ada pakem di bacaan anak yg abadi. Misalnya di genre fantasy, kalo hero/in itu hampir selalu the chosen one & punya musuh abadi. Begitu juga si miskin yang baik dan bijak, ada dari jaman HC Andersen sampai era modern. Seems like we dont mind a character being too perfect as long as he's/she's poor :) Tapi mungkin ga juga, buktinya mbak Ary Nilandari langsung protes :p

Benny Rhamdani Mbak Sofie: kita bisa lihat Upin dan Ipin, mengapa disuka anak-anak Indonesia. Karena karakternya nggak seratus persen sempurna.

Ina Inong jujur saya mulai terkontaminasi sm buku2nya Jacqueline Wilson, apalg 'Lola Rose' itu buku anak kan, tp ada kalimat: '... mulai terdengar desahan dan ranjang mereka pun berderit' nah lhoooo... jd bertanya2 dlm hati, kalau anak sy baca, imajinasi dy ttng kalimat itu apa ya?

Ary Nilandari ‎'... mulai terdengar desahan dan ranjang mereka pun berderit' hihihi, memangnya kenapa dengan kalimat itu? Hayo... orangtua sendirilah yang berpikir dalam kotak kecil. hahaha, siapa tahu ada anak-anak yang diam-diam makan es krim di atas ranjang tua, padahal ibu mereka sudah cerewet melarang mereka makan di kasur. *Aku belum baca Lola Rose. jadi sebetulnya apa tuh?

Erlina Ayu Teh Rini Nurul Badariah : nambah ilmu nih, jadi anak2 suka dipanggil temen2 aja ya. mb Aminah Mustari : haha...aku pernah bikin cerita gitu waktu tentang perpustakaan. Aku jelasiin perpustakaan adalah bla bla, lsg di bilangin sama editornya

Erlina Ayu mb Ary Nilandari : soal ranjang berderit. Iya, kayaknya kita para orang tua terlalu khawatir. bhai Benny Rhamdani : tokoh yg tidak seratus prsen sempurna. anak2 yg jail dan iseng sebaiknya dibuat untuk anak usia berapa tahun keatas? kayaknya memang seri character building kebanyakan tokohnya emang sopan bgt

Ina InongAry Nilandari di awal2 paragraf-nya udh jelas diceritain di kamar itu ada ibunya dan pacarnya, Jake... menurut sy sih, penerbit juga hrs hati2, nggak semua bacaan luar cocok utk diterjemahkan dan dikonsumsi anak2 di sini, salah gak pendapat sprti ini..

Ary Nilandari Ina: nah kalau gitu jelas penerbit kurang cermat menyunting. Penerjemahan seharusnya juga didampingi alihbudaya. Kalau yang menjurus seperti itu nggak ada relevansinya dengan cerita, trus buat anak pula, editor berhak menyensor.

Benny Rhamdani ya.... mestinya jangan dilolosin tuh. pa lagi sama pacarnya... ^_^

Rini Nurul Badariah Teh Ina, ini yang namanya lain ladang lain belalang. Lain penerbit lain kebijakannya. Menurut saya, buku Jackie Wilson memang bukan untuk anak-anak, melainkan tentang anak-anak. Jadi diganti labelnya saja, walaupun tidak menutup kemungkinan anak-anak (pra remaja) tetap membacanya.

Ina Inong Nah itu dia, pas anak2 nanya, Mah ini buku anak2, langsung aja tak jawab bukan... hihihi... adalg yg judulnya Suitcase Kid, si anak nyebut bpk tirinya 'si Babon', jyaahaha,,, meskipun menikmati kelugasan JW dlm bercerita da ketagihan, tp kalo dikonsumsi anak2ku keberatan juga sih... dilema ya, nyari cerita yg gak klise tapi belum tentu aman buat anak... :)

Dewi 'Ichen' Cendika mba ary : hihihiii..... pada dasarnya untuk cerita anak...aq jarang bete baca ceritaa model apa ajaaa..... karena aq selalu mengambil sisi positif, kelebihan, "apayginginpenulissampaikan" dalam cerita itu.... tapi klo mencoba mengingat2 ttg kebetean (hallah :D)... rasa sukaku untuk suatu cerita itu berbeda2...... misalnya gini.... ketika aq masih kecil n blum jadi bunda..... aq merasa senang membaca serial novel anak yg ditulis pengarang terkenal...... ceritanya menurutku bagussss sekali.... tapi sekarang... ketika aq baca lagi... aq jadi aneh.... kok aq bisa ngefans yaa dengan novel ini dulu.... misalnya, ada kata2 yg agak kasar di dalam novel itu menurut ukuran aq ... tapi ya itu... rasa suka hari ini belum tentu sama dengan besok..... jadi ceritanya tetap kubaca dan selalu menikmati ajaa.... :D

Ary Nilandari hihihi, apa yang Ichen rasakan, aku alami juga. ceritanya aku lagi menyunting karya penulis lokal yang duluuuu waktu aku kecil sukaa banget. Lha kok sekarang bahasanya begini... lha kok kasar... banyak deh lha kok-nya. hahaha, jelas karena aku pakai kacamata yang berbeda.

Rini Nurul Badariah Teh Ina: aku lebih menyoroti ke budaya atau pemikiran masyarakat soal 'menabukan' anak-anak berbicara mengenai status orangtua mereka yang single mother atau father sih. Ya single mother saja, karena kita lagi bicara JW.
Mungkin seperti satu contoh cerpen Bobo di suatu tahun (aku tidak ingat lagi) tentang orangtua yang sarjana tapi menjadi petani di desa dan anaknya tidak malu karena itu, saya kira zaman sekarang tidak perlu ragu lagi menceritakan 'Namaku Harry. Orangtuaku sudah berpisah.' CMIIW

Ina Inong tp sebenernya dari lubuk hati yg paling dlm aku suka bgt JW, lg nyari judul2 yg lebih aman dan ringan utk anak2ku, walopun skrng mrk msh fanatik KKPK... :) lanjuuttt...

Dian Kristiani hmm...yang gimana ya? yg paragraf2 awalnya ndak bisa langsung "menusuk"? setuju ama pendapat Rini, aku lbh suka yg langsung dialog. Aku pribadi sering memulai suatu cerita dng "Krompyang...." ato "Glodak..gubrak duer.." :) haha, tp mungkin juga buat orang lain tulisanku itu boring :p

Ary Nilandari DK: Gluduk gluduk jgerrrr...Aaaaa.... tolong. Wah menarik itu bagiku. Dibandingkan "Pagi itu, ayam berkokok membangunkan keluarga petani yang masih lelap dalam mimpi mereka..." ampuuun, ngantuk deh, kayak naik delman.

Nelfi Syafrina Nah.. yang kayak begitu aku juga ngantuk Bun... setuju sama Mbak Dian Kristiani. Bete juga kalau baca cerita yang gak sesuai antara isi dan judul, soalnya pernah baca yang kayak gitu. satu lagi Bun, aku pernah baca beberapa Teenlit terjemahan, ya ampuun.. kayaknya terjemahan word by word deh Bun, kelihatan sekali banyak kalimatnya yang berbunyi seperti ini "maksudku" dan "kamu tahu kan" itu di ulang-ulang di setiap akhir kalimat. Aku berpikir pasti di novel aslinya banyak juga tulisan I mean dan You know-nya, tapi apakah harus di terjemahkan semuanya, jadi males ngelanjutin bacanya :)

Ali Muakhir Full Hmmm, nimbrung ah ... bacaan yg bikin bete, yang abis dibaca nggak ada bekas-bekasnya sama sekali. Istilahnya, yang kagak ada gaungnya sama sekali. Ngabis-ngabisin waktu, hehe

Dian Kristiani Aha, setuju ama Nelfi. Pernah baca buku terjemahan yang malah bikin sakit perut :( karena jujur, saya gak tau arah ceritanya mo kemana...alhasil, baru satu halaman udah disudahi :( maksud hati pengen gampang dengan membaca versi Indonesianya, tapi yang ada malah lebih ribet memahaminya :)

Ary NilandariNelfi Syafrina dan Dian Kristiani : seperti penulis, komunitas penerjemah juga beragam kualitas, yang ditentukan oleh keterampilan dan jam terbang. Ada penerjemah matang. Ada juga penerjemah yang masih struggling, tertatih-tatih. Tapi seperti penulis, penerjemah juga berproses dan berkembang. Baik penulis maupun penerjemah, attitude yang baik menangani kritik sangat perlu demi peningkatan kualitas karya. Karena pembaca selalu menuntut kesempurnaan. Ya kan? Tak ada yang salah dengan itu.:) Trims untuk masukannya tentang penerjemahan.

Nelfi Syafrina Bener banget Bunda Ary, itulah sebabnya aku pengen belajar penerjemahan yang baik dan benar, agar isi tulisan dari bahasa sumber dapat dituangkan kedalam Bahasa Indonesia, tanpa mengurangi maknanya. Sehingga hasil terjemahan bisa diterima pembaca. Oh ya Bun.., jadi gak PBA mengadakan workshop penerjemahan?

Asri Andarini ngacung *belum ngerti*: apa awal yang menarik seperti itu berlaku utk semua jenis cerita? kl utk cerita rakyat gmn? apa tiba2 "ting! klenting kuning menyentuhkan tongkatnya.."

Dydie Prameswarie bu Asri Andarini : kan bisa langsung percakapan pembuka buuu.. :)

Ary NilandariAsri Andarini: Bisa saja, dengan kreativitasnya penulis bisa memulai dongeng/legenda dari mana saja. Dari pertarungan dulu, lalu melalui dialog bisa terbuka sebab-musabab pertarungan itu... dst.

Aira Kim untuk pict book yg illustrasinya ga nyambung. Misalnya disettingan waktu yang sama ternyata baju si tokoh beda(warna/motif) dari baju yg dia pakai di halaman sebelumnya. Trus utk billingual ternyata si illustrator bikin gambar she/perempuan padahal dalam teks tokohnya he/laki-laki. ini complain dari putriku ( 9 th) lho! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung dan menyapa