Jumat, 19 Desember 2014

Harbonas, Shopaholic, dan Sophie Kinsella

 Harbonas? Saya juga baru tahu apa itu harbonas. Hari Belanja Online Nasional. Oh oh ... ada aja event kayak gini, ya. Harbonas digelar pada tanggal 12 Desember kemarin selama 24 jam. Jadi saat itu hampir semua toko online memberikan diskon gilaakk untuk pembeli. Keliatan banget kalau kita itu konsumtif atau gencarnya para marketing membujuk kita untuk mengeluarkan isi dompet?
Apapun itu yang jelas mereka berhasil menggoda saya. Saya tahu event ini dari grup WA. Awalnya cuwek, sih. Tapi akhirnya tertarik melihat web toko online yang ramai dibicarakan karena discountnya sampai 70 %. *elap ileerr

Waladalah, pas buka web, suami ikutan lihat dan langsung tertarik. Waini, saya seperti didukung untuk belanja. Satu item dengan sukses menarik jari saya untuk mengklik "beli sekarang" dan satu item diklik suami.

Sebenarnya bukan masalah item yang saya klik ini yang ingin saya tulis. Tapi, bagaimana perasaan saya saat melihat barang-barang bagus dengan disc gede. Saya jarang belanja *karena uang pas-pasan* dan tidak impulsif jikapun sedang punya uang dan pergi ke mal, kecuali ke toko buku dan sedang obral #tsah.  Tapi, kali ini saya kalah. Dan pada akhirnya saya bisa memahami benar-benar tingkah Becky Bloomwood, tokoh di novel Shopaholic-nya Sophie Kinsella. Memang seperti magnet. Daya tariknya sangat kuat. Kalau tak bisa mengendalikan diri, bisa saja saya akan jadi Becky berikutnya. Discount besar dalam waktu hanya 24 jam. Sepertinya inilah daya tarik paling kuat hingga saya terburu-buru ikut belanja. Saya merasa ini kesempatan emas, kesempatan langka, belum tentu besok ada lagi. Mumpung! Kata yang sangat mempengaruhi kejiwaan Becky dan saya.

Mungkin ada yang belum kenal dengan Becky. Di seri pertama, diceritakan bahwa Becky wanita lajang dengan gaji pas-pasan. Dia punya "penyakit" gila belanja parah. Setiap kali tertarik pada suatu barang, Becky selalu punya alasan logis *menurut dia* mengapa dia harus membeli barang itu. Karena perilakunya ini Becky terlilit utang dan dikejar debt collector kartu kredit.
Becky benar-benar represantasi dari perempuan kebanyakan meski dalam bentuk yang lebih ekstrem. Dalam seri selanjutnya, saya juga terenyak, ketika Sophie Kinsella menunjukkan bahwa bukan hanya gila belanja yang berbahaya, tapi seperti kakak Becky yang gila pada aneka bebatuan pun sama gilanya. Saya jadi teringat timbunan buku di rak saya. Duh.

Memang saya berhasil menahan diri hingga hanya membeli satu item. Tapi, begitu transaksi selesai, saya termenung lama. Apalagi setelah itu, mereka gencar mengirim pesan via ponsel berisi tawaran belanja yang sama 'menarik'nya.
Ada sedikit rasa kecewa saat melihat tas yang saya incar batal saya beli. Tapi, setelah itu muncul perasaan menang dan lega karena berhasil menahan diri. "Tenang, tahun depan bakal ada harbonas lagi," kata suami sambil tertawa geli. Saya ikut tertawa.
Ternyata butuh kendali diri yang kuat untuk tidak kebablasan.

gambar dari sini
Ada beberapa hal yang menurut saya jadi pengendali atas nafsu belanja saya kali ini:

1. WALIJAH, yaitu suami. Dalam Islam sangat dianjurkan agar kita mempunyai walijah. Secara bebas walijah bisa diartikan tempat menyampaikan permasalahan atau tempat curhat. Walijah tentu orang yang bisa membuat keputusan dengan bijak. Suami adalah salah satu walijah saya. 
Meskipun punya penghasilan sendiri, tapi saya terbiasa berdiskusi dengan suami jika ingin melakukan sesuatu. Termasuk dalam hal membeli barang. Hasilnya, nafsu belanja bisa dikendalikan. Saya bisa memutuskan mana yang benar-benar butuh, mana yang hanya ingin, atau butuh tapi tidak harus sekarang.

2.TIDAK EGOIS
Punya penghasilan sendiri berarti punya kebebasan membelanjakan uang sendiri pula. Tapi, saat hendak membeli ini itu, saya mikir tentang suami dan anak-anak. Meskipun suami yang mendorong saya untuk menyimpan penghasilan saya sendiri, tapi tak tega kalau saya senang-senang sendiri. Jadi mikir, bukankah sebaiknya uang saya simpan untuk jaga-jaga jika ada kebutuhan tak  terduga atau darurat? Entah suami sedang butuh dana segar atau anak-anak butuh sesuatu yang mendadak. Meksipun mencukupi kebutuhan keluarga adalah tanggung jawab suami, tapi kalau istri bisa membantu bukankah itu pahala? Insya Allah.

3. BATASI DANA TUNAI
Secara psikologis, saat melihat jumlah uang di dompet banyak, keinginan untuk belanja jadi naik. Ketika melihat jumlah saldo di ATM banyak, pun demikian. Untuk mengantisipasi hal itu, saya bikin strategi penyimpanan. Memang konvensional, karena saya buta masalah investasi dan lain-lain. Lagi pula, uang saya juga seberapa, sih? *haisyah sok mikir investasi
Saya membuka tabungan berjangka. Jadi, setiap bulan bank mengambil uang saya dan ditahan hingga waktu yang ditentukan, sesuai platform awal. Biasanya saya pilih 3 tahun. Jadi, selama 3 tahun itu, uang yang diambil oleh Bank tidak dapat saya ambil.
Dengan cara ini, selain saya bisa menabung, saya juga hanya mempunyai dana terbatas yang bisa diambil. Yaiyalah, kan penghasilan saya juga tak seberapa :) *noted

Sepertinya tiga hal itu yang kemarin berhasil menahan tangan saya mengklik beberapa item di toko online. Bagaimana dengan pembaca? 

Rabu, 09 Juli 2014

Melepas Anak ke Pondok Tahfidz



hafidz yang berwawasan luas *wish*
Sebenarnya, sih, keinginan untuk menyekolahkan anak ke ponpes (pondok pesantren) sudah jadi mindset kami. Makanya, begitu pendaftaran sebuah ponpes dibuka, kami langsung mendaftar. Unfortunatelly (ah semua ada hikmahnya), anak saya, si Kakak, enggak keterima. Sedih dan kecewa pastilah. Syukurlah, si Kakak sedihnya nggak lama. Kami mencari ponpes lain. Lebih jauh letaknya. Ternyata pendaftarnya tak kalah banyak dengan ponpes pertama. Dan lagi-lagi si Kakak enggak lolos. Semua juga heran. Karena di sekolah dia hampir selalu masuk 10 besar, kayaknya cuma sekali di rank 11.

Ya sudah, kami memutuskan mendaftarkan ke ponpes yang lain (bukan favorit dan belum terkenal :D ) selain ke SMPIT (yang ini favorit dan masuk 10 besar SMP di kota Solo). Akhirnya keduanya diterima, tetapi si Kakak ternyata memilih SMPIT dengan catatan dia tinggal di pondok tahfidz Griya Qur'an, karena SMPIT ini memang tidak ada boarding-nya. Jadi, antara sekolah dan pondok beda yayasan dan beda lokasi. Kondisi ini cukup bikin saya kurang sreg sebenarnya. Tapi, berhubung si Ayah dan si Kakak memutuskan memilih ini, jadilah suara saya kalah.
 
Hari ini si Kakak dengan penuh semangat siap-siap untuk mondok. Sebenarnya sudah terlambat masuk, tapi karena saya kenal ustadz pembinanya, jadi diperbolehkan. Beliau menyarankan agar si Kakak latihan selama 2 hari sebagai masa percobaan. Kalau kerasan ya diteruskan, kalau enggak ya pulang.

Tiba-tiba saja perut saya enggak karuan, dada berdebar. Hati kok merasa berat melepas si Kakak mondok. Saya mengajarinya dulu cara mencuci baju (di sana mmg mencuci sendiri) dengan mulut kering. Dia begitu yakin bakal bisa melakukannya.

Saya tercenung. Banyak hal melintas di pikiran saya. Bagaimana dia besok berangkat sekolahnya? (Rencananya naik sepeda, karena jaraknya mmg tidak terlalu jauh). Bagaimana dia mengurus dirinya? Bagaimana belajarnya? Bagaimana kalau ada tugas dari sekolah, terutama jika membutuhkan materi yang harus dibeli? Bagaimana dia menyiapkan seragam sekolahnya?
Haduuuh, rasanya ingin menahan si Kakak di rumah saja. Tapi, di dalam hati yang jauh di sana berbisik, "Apa bisa kamu membimbingnya menjadi hafidz?" Karena, cita-cita kami dan keinginan si Kakak memang menjadi hafidz (penghafal) Al-Qur'an.
Saya tentu saja tidak sanggup, mengingat kemampuan dan kepahaman keagamaan saya dan suami yang pas-pasan, tentu butuh pembimbing dan milieu yang mendukung keinginan itu.

Sampai saat menulis ini, hati saya masih terasa berat, tetapi semoga Allah Swt. memberikan keikhlasan pada kami semua. Begini, kok, ingin punya anak sehebat Imam Syafii?

  

Sabtu, 05 Juli 2014

#Honestly Gue Banget Giveaway Bisa Kerja di Mana Saja dan PW aka Posisi Wueanak!

Yay ...! Pas banget dengan keinginan terpendam ingin punya smartphone yang layarnya lebar dari merek andal, ada info tentang Nokia Lumia dari event Lomba #Honestly Gue Banget Giveaway.

Nokia memang juaranya untuk urusan gadget. Saya punya hp pertama kali dan second mereknya Nokia. Sejak itu nggak pindah ke merek lain. Sudah jatuh berapa kali, kebanting berapa kali, tetep aja hp itu "ndableg" nyala. Sampai-sampai saya nggak ganti yang baru meskipun model dan fiturnya ketinggalan. Hp masih bisa bunyi gitu sayang kalau ditinggal, kan.
Berhubung pekerjaan saya adalah editor lepas dan penulis yang sok jadi fotografer dan selalu ngences liat jepretan mereka, jadi Live Tiles yang bakal saya pin ya ini:

MICROSOFT OFFICE dan Outlook
Kenapa? Karena kalau mau tepat waktu dan produktif, saya harus bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Pas di perjalanan atau menunggu sebuah acara, daripada bengong mending nulis ide atau nerusin pekerjaan nulis dan ngedit. Kalau cepat setor, cepat pula dapat order berikutnya.
Akhir-akhir ini punggung dan leher saya suka pegal kalau kelamaan duduk di depan komputer. Pantat juga serasa gepeng dan panas. Kepingin bisa ngerjain order sambil tengkurap, telentang, atau guling-guling di kasur. Sudah mikir mau beli, tapi harus yang layarnya lebar. Nokia Lumia 6 inchi pas banget buat mata minus.


SMART CAM
Beberapa waktu lalu pas datang ke acara resepsi, saya melihat fotografer yang penampilannya unik. Cling ... langsung pingin menjadikannya sebagai salah satu karakter di novel. Biasanya saya suka bawa note dan pensil buat nulis. Tapi, saat itu saya nggak bawa karena tas tangan kecil. Saya jepret aja pakai kamera saku. Tapi kok ya malu-maluin dan takut ketahuan juga. Seandainya punya Lumia dengan aplikasi smart cam pasti lebih asyik dong.
Menjepret tempat yang bakal saya jadikan setting di tulisan juga bakal lebih nyaman dan praktis. 

STORY TELLER
Ini aplikasi yang tak kalah penting. Kalau pas ada acara, entah pertemuan keluarga besar atau liburan, pasti berasa garing tanpa potret sana potret sini dari awal sampai selesai. Kalau punya aplikasi kayak gini, bakalan mudah kalau mau nulis liputannya untuk media dan di blog, kan? 

PEOPLE HUB
Bekerja di rumah bukan berarti jadi kuper dan kudet, dong. Sebagai penulis harus aktif bersosialisasi (buat promo hohoho) agar dapat info terkini tentang order yang masuk lewat email, dunia kepenulisan, dunia perbukuan, dan dunia penerbitan, melalui FB, Twitter, Path, Google +.

Ini Live Tiles versi saya, apa versi kamu?

Postingan ini diikutsertakan dalam #Honestly Gue Banget Giveaway oleh blog Gracie's Diary.

Rabu, 11 Juni 2014

(BUKAN) SALAH WAKTU --Nastiti Denny

Cerita

Novel ini (BSW) bercerita tentang kehidupan pernikahan Sekar  dan  Prabu. Setelah dua tahun menikah, Sekar memutuskan resign dari perusahaan dan mengurus rumah. Sayangnya, menjadi ibu rumah tangga bukan hal mudah. Tak hanya gagap di dapur, Sekar juga merasa tak berguna. Pertanyaan-pertanyaan dari Ibu dan mertuanya membuat Sekar merasa tertekan.
Usaha Sekar belajar masak percuma karena kesibukan Prabu. Saat hubungan mereka sedikit renggang, kabar dari ibu Sekar membuat Prabu marah. Belum selesai satu persoalan, Sekar menerima ‘bom’ dari Bram. Melalui Bram, nama “Larasati” muncul dan menjadi pusaran konflik novel ini. 
Keutuhan rumah tangga mereka dipertaruhkan. 
Apakah memilih berpihak pada rasa "sesal" atau memaafkan masa lalu?


Review

Saat menemukan BSW di Gramedia, saya tersenyum. ‘Tanda kurung’ untuk judul novel rupanya cukup diminati. Lihat saja Coupl(ov)e-nya Rhein Fathia atau Me (Mories)-nya Nay Sharaya. Cover novel standar, tidak bagus sekali tapi juga tidak buruk. Blurb cukup mengundang rasa penasaran dan syukurlah tidak melenceng dari isinya.

Kisah dibuka dengan mimpi buruk Sekar karena dihantui masa lalu. Bagian prolog berhasil menggiring saya membuka halaman berikutnya. Dari prolog saya dibuat penasaran dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada Sekar. Prolog memang menempati peran signifikan dari sebuah buku karena dari sana pembaca 'biasanya’ memutuskan apakah akan meletakkan buku itu atau meneruskan membaca bahkan hingga selesai.

Aneh, gagap, tapi harus bertahan pada keputusannya. Itulah yang dialami Sekar sejak hari pertamanya resign. Keinginan memberikan ‘service’ terbaik untuk suaminya justru berantakan. Bangun kesiangan, tak becus memasak, hingga sang asisten dirasakan dominan berperan dalam rumahnya. Sekar belajar keras menjadi istri “sempurna” di mata Prabu. Sayangnya, Prabu yang supersibuk karena kenaikan jabatan tak punya waktu untuk menikmati hasil kerja keras sang istri.

Di tengah perasaan kecewa, jobless, dan tak berguna, Sekar bertemu Bram. Pegawai bank, tampan, jangkung, dengan senyum menawan. Tak disangka, Bram membawa kisah masa lalu tentang Larasati. Kisah yang membuat Sekar (dan wanita lain) akan hancur jika mengalaminya. 

Sekar digambarkan sebagai sosok perempuan pendiam, setia, dan berkepala dingin sehingga bersikap elegan menyikapi persoalannya. Sayangnya penulis tidak memberikan deskripsi fisik yang lebih jelas tentang Sekar. Sosok Sekar dan Prabu terasa samar, selain Sekar berkulit langsat dan Prabu berbadan kekar. Justru Bram (tokoh sampingan) digambarkan secara detail di halaman 34.
Sejak kemunculan Bram saya sudah berharap dia akan tampil sebagai tokoh bad boy. Bram berpotensi membuat cerita lebih asyik dan konflik lebih memuncak. 

BSW mengambil setting Jakarta dan sedikit kota Bandung. Deskripsi setting cukup detail, sehingga saya bisa membayangkan seperti apa rumah Sekar-Prabu serta isi di dalamnya.
Alur maju dalam BSW rapi, nyaman diikuti. Sedikit mengganggu adalah kisah masa lalu yang ditulis dengan font italic sampai beberapa halaman membuat mata pedas. Cukup memberikan ikon tertentu, pembaca akan paham bahwa plot yang dimaksud adalah kejadian masa lalu.

BSW minim dialog. Narasi dengan PoV 3 terbatas dari Sekar (dan hanya sedikit dari sudut pandang Prabu) sangat dominan. Gaya narasinya membuat saya seperti mendengarkan orang lain bercerita tentang hidup Sekar. Ada jarak antara saya dengan tokoh-tokoh di dalam novel ini, sehingga rasa simpati susah muncul. Jika penulis menggunakan sudut pandang dua orang pertama (Sekar dan Prabu) saya yakin akan lebih menyentuh dan lebih kuat meninggalkan kesan.

Adegan Sekar menyelamatkan Wira dan perkelahian Bram dengan Prabu agak mirip sinetron.

Terlepas dari kekurangan dan ketidaktelitian, misalnya tentang pekerjaan Pak Toni (direktur perusahaan minyak atau pejabat penting di badan pertanahan?), novel ini punya kekuatan untuk tetap dibaca sampai akhir. Mengingat ini novel pertama penulisnya, saya yakin novel berikutnya akan jauh lebih bagus. 

Judul Buku: (Bukan) Salah Waktu
Penulis: Nastiti Denny
Penyunting: Fitria Sis Nariswari
Penerbit: Bentang Pustaka
Cet. : cet. I Des, 2014
Juml. Halaman: 248
ISBN : 978-602-7888-94-4
Keunggulan novel: PEMENANG Lomba Novel "Wanita dalam Cerita".


Sabtu, 31 Mei 2014

Kabar dari Inggris

Dear My Rin ...
Apa kabarmu? Sori, setelah berminggu-minggu aku baru sempat menulis untukmu. Aku sudah tiba di Inggris dengan selamat. Sebuah apartemen yang nyaman juga sudah aku dapat. Inggris benar-benar indah dan kaya sejarah. Aku sudah tak sabar mengajakmu ke sini. Tinggal bersamaku, menjelajah sudut-sudut kotanya yang eksotis. Pasti akan sangat menyenangkan. Betapa kalau kita punya niat, alam semesta ikut mendukung. Cepet buka internet, ada blog contest Ngemil Eksis Pergi ke Inggris. Tentu saja hadiahnya ke Inggris Gratis dari Mister Potato. Ada 7 orang yang akan dipilih, tuh. Siapa tahu saja salah satunya kamu. Kau selalu mengeluh susah menulis cerita dengan setting yang belum pernah kau kunjungi.Inilah saatnya. Kita juga bisa bertemu lebih cepat dari yang kita rencanakan semula. Kalau kau tahu betapa rindunya aku padamu. 

Beberapa waktu lalu, aku menjelajah tempat-tempat keren di sini. Setelah beberapa kali gagal, akhirnya Ronan dan aku memiliki waktu untuk pergi bersama. Ronan, teman satu apartemenku. Setelah membaca ceritaku, semoga kamu tak tahan lagi dan segera menyusulku ke sini.

Tempat pertama yang aku kunjungi adalah BIG BEN.
source
 Iya, jam besar bergaya neo gothic yang menjadi ikon kota London. Kau selalu mengingatkanku tentang manajemen waktu, jadi ketika melihat menara jam setinggi 96 meter yang selesai dibangun pada 1859, ini aku seperti mendengar omelanmu saat aku suka molor dan ngaret. Berdiri di tepi Sungai Thames yang membelah Kota London, sambil menunggu bel besar di menaranya berdentang sangat menyenangkan.Jangan kaget kalau nanti Big Ben sudah tak ada, maksudku, sekarang Big Ben berganti nama menjadi Elizabeth Tower. Nanti aku cerita lebih banyak, jika kau sudah ada di sini tentunya.

Tempat kedua adalah BUCKINGHAM PALACE. Semua pasti tahu kalau ini kediaman resmi sang ratu sekaligus sebagai kantor administratif Kerajaan Inggris. Aha, tempat yang sangat ingin kamu lihat, kan? Siapa tahu kamu bisa bertemu Pangeran William atau salah satu bangsawan di sana? Tak perlu nyari dia, bukankah aku pangeran di hatimu? Aku memang bukan Pangeran William, tapi aku berjanji akan membuatmu sebahagia Kate Middleton. Dasar gombal! Haha aku bisa membayangkan bibirmu yang cemberut.
source

jadi ingat pintu beteng Kraton Kasunanan ;) Source

Ronan mengajakku ke WESMINSTER ABBEY. Setelah menjadi tempat pernikahan Pangeran William dan Kate, Wesminster Abbey semakin ramai. Pangeran Charles dan Lady Dy juga menikah di sini. Apa? Kamu juga ingin menikah di sini? Jangan, deh, lebih enak di Indonesia disaksikan keluarga besar.
source

Syukurlah aku masih selalu menjaga stamina dengan berlari di pagi hari. Ronan menyeretku ke TRAFALGAR SQUARE. Alun-alun terbesar dan menjadi jantung kota London. Seperti di negara manapun, alun-alun dibangun sebagai pusat kegiatan untuk masyarakat umum. Trafalgar Square dikelilingi oleh bangunan-bangunan penting. Ada National  Gallery dan St.Martin in the Field.

source
Di Solo kita malah punya tiga alun-alun, kan. Alun-alun Mangkunegara, Alun-alun Kidul, dan Alun-alun Utara. Sayangnya, milik kita tidak dirawat dengan baik. Event-event yang diselenggarakan di sana justru membuat rumput hijaunya merana, belum lagi sampah yang bertebaran. Indonesia banget, ya. Ah, maaf, kau tak suka aku mengeluh tentang negara kita tercinta. Lebih baik beraksi, daripada cuma mencaci. Lagi-lagi omelanmu terngiang sampai di Inggris. Tapi, kamu boleh bangga, karena hanya Solo, kota di Indonesia yang punya bus tingkat Werkudara merah yang mirip dengan bus di London.
Kamu belum lelah membaca ceritaku di Inggris, kan. Masih ada 3 tempat yang akan kuceritakan padamu. Kau tahu, saat menulis ini, rinduku padamu membuat dadaku sesak.

Ronan bersikeras naik kapsul di LONDON EYE. Memang mirip carousel. Satu putaran selama 30 menit. Lumayan buat memuaskan mata memandang kota London yang cantik. Jika bersamamu nanti, aku akan memilih Cupid Capsule. Biar romantis, gitu. Jangan khawatir, sebentar lagi aku cukup kaya untuk membayar tiket sebesar 325 poundsterling, kok.
cantiknya pemandangan di London Eye yang sedang bermandikan lampu.
capsule di London Eye.

Hey, Jude, don't make it bad. Take a sad song and make it better.
Tebakanmu benar! Aku berada di THE BEATLES MUSEUM. Meskipun itu grup musik favorit orang tua kita, dan kita tidak terlalu kenal lagu-lagunya, tapi asyik juga berkunjung ke museum ini. Terutama karena letaknya di Liverpol. Benar, aku memang fans Steven Gerard, si kapten tim sepak bola. Kali ini aku bisa menghemat tenaga, karena ada bus yang akan membawa kita mengikuti The Beatles Magical Mysteri Tour. Antrinya panjang karena kapasitas bus hanya sedikit. Sepadan dengan yang kita dapat, kok. Aku serasa jadi John Lennon yang sedang mengelilingi Liverpol dan singgah di beberapa tempat. Hey Jude, don't make it bad ....
 
source


Capai, ya, Beb? Cuci muka dulu sana. Jangan minum kopi banyak-banyak. Ganti, dong, dengan air putih. Sayang ginjalnya, ntar. Maag-mu juga mesti dijaga, Beb. Aku nggak suka kalau kamu nekat ngopi supaya bisa begadang nulis atau baca.
Ini tempat terakhir yang akan kuceritakan kali ini. Sebagai Potterhead, rasanya enggak sah kalau ke Inggris enggak mengunjungi Platform 9 3/4. Sayangnya, baterai kamera habis, jadi saat di King's Cross Station aku tak bisa mengambil foto saat beraksi mendorong troli menembus dinding. Sepertinya ini memang sudah diatur, supaya aku kembali ke sini. Bersamamu!
source
   

Setelah ini, Ronan berjanji akan menjadi guide-ku untuk melihat stadion-stadion terkenal di London. Siapa tahu ketemu Balotelli dan bisa foto bareng. Haha!

Sudah cukup banyak, kan, ceritaku. Ternyata bisa juga aku menulis sepanjang ini. Jangan-jangan aku mulai mengikuti jejakmu menjadi penulis. Oya, dapat salam, nih, dari Ronan 'tanpa' Keating. Dia juga pingin ketemu kamu katanya.Awas kalau berani naksir kamu!
Oke, salam kangen buat Ayah Ibu Mama Papa dan keluarga di sana.

Yours
Zyandru yang selalu mencintaimu



****
Halo, my Dru ....
Kisahmu membuat aku iri eh ... rindu. Tapi, ada tempat yang ingin banget aku kunjungi selain tempat-tempat yang sudah kamu ceritakan. Sebagai pencinta buku historical classic dan historical romance, kayaknya kalau belum ke Edensor belum sah juga, kan? Lihat fotonya di internet sudah bikin ngiler. Apalagi waktu kopdar bareng para penggila buku tahun lalu, salah satu temanku baru pulang dari London. Dia cerita kalau menapak tilas perjalanan Elizabeth Bennet di Pride and Prejudice, lho. Ih, keren banget, sih. Meski dia bilang kakinya gempor karena berjalan sejauh itu, tapi puasnya itu bikin gempor tinggal kenangan. 
Tuh, kan, cantik banget desanya. Seperti negeri dongeng. Aku lihat fotonya di sini.

Sesuai pesanmu, aku sudah mengurangi minum kopi, dan yang penting aku sudah ikut blog contest Mister Potato Ngemil Eksis, Pergi ke Inggris. Hari gini ke Inggris gratis, siapa juga yang nolak. Apalagi ada kamu, yang katanya merindukanku *batuk
Bener, Dru, sebagai penulis, akan lebih dapat feel-nya kalau pernah menginjak setting cerita yang ditulis. Dan, Inggris tentu saja jadi tujuan utama setelah tahun lalu aku bisa ke tanah suci (Mekah dan Madinah).
Sejak kecil kita sudahdikenalkan bahasa Inggris, rasanya wajib kita berkunjung ke sana agar bisa mengenal aksen bicara mereka secara langsung. 
Kau bilang Mr. Bean bisa dijadikan rujukan sebagai native speaker? Sayangnya dia jarang ngomong di filmnya.
Kemarin agak susah nyari Mister Potato di sekitar rumah. Syukur, deh, ada di mini market yang di tikungan itu. Sebelum aku memenangkan contest ini, cukup aku kasih foto-fotoku pas lagi ngemil Mister Potato dulu ya. Lumayan buat melepas rindu, kan? *ada yang keselek

Salam sayang dari tanah air (mau bilang rindu malu ;) )
Your Rin
(Iya ... iya ... kau pasti tahu sebesar apa cinta dan rinduku)