Tadi pagi saat membuka internet, saya melihat logo google dengan anak saling bergandeng tangan. Oh, ternyata hari ini adalah hari anak nasional. Om Google yang serba tahu itu seperti biasa memang paling informatif untuk momen-momen seperti ini.
Langsung saja saya kepikiran ingin membuat blog khusus review buku anak. Tapi, mengingat blog buku saya yang sudah ada saja jarang diupdate, saya batalkan rencana itu. Untuk smentara biarlah seluruh review buku jadi satu blog dulu.
Lalu kepikiran pingin bikin review buku anak. Selama ini buku-buku yang saya baca, kebanyakan tak sempat saya review *lebih karena malas :D* Tapi, deadline nulis sudah demikian dekat. *mulai galau*. Dan rencana itu pun tak terealisasi.
Sore in, pas buka grup di FB ada pembahasan tentang cita-cita anak. Banyak komentar yang menanggapi postingan itu. Saya jadi ingat percakapan dua anak saya beberapa waktu lalu. Saat itu mereka pertama kali masuk di kelas yang baru.
Si Kecil: Tadi aku disuruh nulis ini, Bu. (Dia menunjukkan buku tulisnya. Ada daftar tentang nama, alamat, nomor telepon sampai hobi dan cita-cita).
Saya : Ini alamatnya salah sedikit. (Saya pun membenarkan no rt-nya)
Si Kecil : (sambil tersenyum) Aku lupa, sih.
Saya : Hobi naik sepeda. Cita-cita jadi dokter? (Saya tertawa).
Si Kecil : (ikut tertawa) Yo nggak pa-pa to, Bu!
Si Kakak: Dia mau jadi dokter keliling! (tertawa geli)
Saya : Oh, bisa juga begitu. (senyum-senyum)
Lain adiknya, lain pula kakaknya. Si Kakak sering gonta-ganti cita-cita. Waktu TK dan kelas satu SD, dia selalu bilang mau jadi mujahid *wew*. Kemarin-kemarin dia ingin jadi Imam Masjidil Haram *wow*. Ini gara-gara mendengar cerita saya tentang ceramah salah satu ustadz. Tapi, dengan cepat cita-citanya berubah. Sekarang dia ingin jadi HACKER INDONESIA! Hah, apa pula ini, Nak?
Tak mau mengikuti jejak orang tua dalam pendidikan anak-anaknya, saya berusaha memperhatikan kecenderungan dua anak saya. Saya akan memfasilitasi dan membuka dunia mereka lebar-lebar dan tentu memberikan petunjuk dan referensi agar mereka bisa berkembang secara maksimal.
Orang tua saya bukan mengekang, justru terlalu percaya kami bisa menemukan masa depan kami sendiri, sehingga kami malah gagap melihat kemampuan diri sendiri.
Mendidik dan mendampingi anak memang gampang-gampang susah. Maka selain doa, tentu saja ikhtiar maksimal harus dilakukan.
Itu ... ituuu ... Syakira baca Princess-kuuu .... *jerit-jerit histeris* :D
BalasHapus